Keniscayaan Inovasi PJJ

Loading

Berkurangnya pengetahuan dan keterampilan (learning loss) pada peserta didik sebagai efek Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang terlalu lama sebagaimana disinyalir Kemendikbud (Kompas, 31/01/2021) menjadi keprihatinan kita semua. Tidak hanya itu, konon PJJ juga membebani orang tua yang harus memfasilitasi dan membantu mengerjakan PR anaknya padahal kemampuan dan waktu mereka terbatas. Di samping itu, motivasi belajar mereka terus menurun karena bosan tidak ketemu tatap muka dengan pendidik dan temannya. Daftar keluhan itu bisa diperpanjang seperti sulit dan mahalnya koneksi internet, terbatasnya perangkat akses, sulitnya memenuhi kompetensi praktik, dan kurang siapnya pendidik melaksanakan PJJ.

Sementara itu, karena kasus COVID-19 belum mereda, Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri meminta semua jenjang pendidikan untuk tetap melaksanakan pembelajaran secara daring atau PJJ. Pembelajaran tatap muka hanya boleh dilakukan atas persetujuan pemerintah daerah, sekolah dan orang tua. Itupun harus dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tantangan kita saat ini adalah bagaimana agar pelaksanaan PJJ bisa optimal dan sekaligus meminimalkan berbagai keluhan di atas. Oleh karena itu, kita perlu melakukan inovasi menyeluruh terkait PJJ baik pada sistem pengelolaan, proses pembelajaran, literasi digital pendidik, maupun infrastuktur teknologinya.

Inovasi PJJ

Agar efektif, PJJ seharusnya dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengelolaan pembelajaran atau Learning Management System (LMS). Apa bisa PJJ tanpa LMS? Jawabannya kurang lebih sama dengan analogi pertanyaan apa bisa pembelajaran tatap muka tanpa ruang kelas dan perabotnya. Melalui LMS itulah pendidik dapat menaruh dan menyampaikan seluruh bahan ajar, melakukan interaksi dan evaluasi, memberikan penjelasan dan diskusi serta memonitor perkembangan peserta didik. Hal itu adalah tugas pendidik dalam pembelajaran dan kesemuanya dengan mudah dapat difasilitasi oleh LMS. Institusi wajib menyediakan LMS untuk pembelajaran daring. Apapun pilihan LMSnya (misalnya: Moodle, Google Classroom, Edmodo, Schoology, dll) yang penting pengguna tidak kesulitan. Untuk itulah diperlukan inovasi, agar fitur-fitur LMS mudah digunakan dan tetap efektif mewadahi konten dan aktivitas pembelajaran. Inovasi sistem LMS bisa berupa customizing mendalam atau permukaan, serta penambahan plug-in

Proses pembelajaran daring juga perlu diinovasi, agar peserta didik tidak bosan dan tujuan pembelajaran tercapai. Dalam pembelajaran tatap muka, pendidik dengan mudah dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dalam PJJ, kunci inovasi adalah variasi aktivitas daring. Penyampaian materi dan pemberian aktivitas harus seimbang. Terlalu dominan pada salah satu kegiatan berakibat kebosanan pada peserta didik. Kurang bagus bila pendidik memberi materi pembelajaran terlalu banyak tanpa disertai diskusi dan evaluasi, demikian juga bila terlalu banyak tugas tanpa penjelasan materi. Komunikasi atau presentasi secara singkron (live) dan asingkron (tidak live) juga harus seimbang. Terlalu ekstrim ke salah satu mode akan membebani dan menyulitkan peserta didik.

Literasi digital

Sebagian pendidik kita belum siap mengajar melalui PJJ karena literasi digital mereka rendah. Dikutip dari American Library Association, literasi digital artinya kemampuan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengevaluasi, membuat dan mengkomunikasikan konten/informasi digital. Konten digital adalah segala sesuatu dalam format digital yakni teks, gambar, suara, animasi, simulasi, video, atau gabungannya (multimedia) yang berisi pesan untuk mempermudah proses belajar mengajar. PJJ modern bertumpu pada teknologi digital dan tulang punggungnya adalah e-learning. Melalui e-learning, setiap orang dapat belajar kapan saja dan dari mana saja. Agar berhasil dalam melaksanakan PJJ, pendidik harus berinovasi dalam meningkatkan literasi digitalnya secara bertahap mulai dari kemampuan mencari sumber belajar digital, mengevaluasi hingga membuat konten. Konten digital tidak harus canggih dan tidak harus dibuat sendiri (dengan menghargai hak cipta orang lain), yang penting relevan dengan tujuan pembelajaran, mudah diakses dan mudah dipelajari peserta didik.

Infrastuktur teknologi informasi merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan PJJ. Sering kita dengar berita dari pelosok tanah air tentang sulitnya koneksi internet, minimnya perangkat akses, mahalnya beaya pulsa bagi sebagian peserta didik, sehingga PJJ tidak berjalan. Peran pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam mengatasi hal ini, agar kasus COVID-19 tidak terus meningkat dan semua bisa belajar dari rumah melalui PJJ. Dengan demikian, potensi learning loss yang menjadi kekuatiran kita bersama tidak terjadi berkepanjangan. 

*) Tulisan ini dimuat di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat terbit (versi cetak) Senin, 8 Februari 2021 Halaman 11 kolom Opini.

2 thoughts on “Keniscayaan Inovasi PJJ

  • February 11, 2021 at 5:20 pm
    Permalink

    Prof bgmana kl uny mengadakan pelatihan semacam itu , kl kami di sekolah sdh menggunakan tapi blm maksimal terutama dari aspek anak kira2 50-60 %an , dengan berbagai alasan , anak blm merasa perlu mungkin ada tip-tip khusus agar anak merasa perlu belajar dgn LMS dll
    Trima kasih
    Sihono elko 88 guru di man 1 wates

    Reply
  • February 24, 2021 at 4:52 pm
    Permalink

    Sepakat Prof. Agar pelaksanaan bisa optimal, inovasi mesti terus dilakukan untuk PJJ melalui tiga komponen: dari segi sistem (teknologi), konten (materi/bahan ajar), dan infrastruktur.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *